Entri Populer

Bekerja Dengan Cinta

Minggu, 26 Mei 2013

Suatu ketika ada seorang laki-laki paruh baya yang bekerja begitu keras. Berangkat pagi, pulang larut hingga malam. Pekerjaan itu ia jalani seakan tidak kenal lelah. Ada apa dengan bapak ini? Kok bisa bekerja begitu kerasnya? Saya merasa bingung, tetapi setelah berpikir sejenak akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa bapak tersebut   memiliki sebuah dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya, sehingga  menjadikan dirinya bisa seperti ini. Dorongan apakah itu?

Ya, dorongan itu adalah cinta. Seorang bapak yang bekerja sangat keras, bahkan tidak memperdulikan kesehatan, rasa sakit, bahkan rasa letihnya tak lain semua itu karena dasar cinta. Cinta kepada keluargalah yang mendorongnya untuk mengerjakan sesuatu, bahkan tidak jarang dengan upaya diluar nalar manusia pada umumnya. Kekuatan cinta tak mampu diukur, dihitung, bahkan mungkin tidak terbatas.

Kita juga bisa lihat perjuangan seorang ibu. Demi sang anak, ia rela bekerja apa pun. Ibu mengerahkan tenaga dan kemampuan yang dimilikinya agar mampu menghidupi anak-anaknya. Sepulang dari bekerja, ibu tidak pernah mengeluh untuk mengerjakan pekerjaan rumah walaupun sendirian. Tak hanya itu, jika anaknya masih kecil ibu juga menyuapinya dengan penuh sabar. Semua yang dilakukan ibu itu karena satu hal, yaitu cinta.

Kekuatan cinta memang luar biasa, karenanya hidup itu membutuhkan cinta. Cinta membuat kesulitan hidup dapat dihadapi dengan tegar, cinta membuat persoalan yang rumit menjadi mudah, cinta juga membuat seseorang yang lemah menjadi kuat. Jika diuaraikan tentang kemahadahsyatan cinta rasanya tak akan pernah selesai. Cinta menyimpan sumber kekuatan dahsyat yang begitu besar.

Bekerja juga membutuhkan cinta.  Seseorang yang mencintai pekerjaannya akan bekerja dengan penuh kesungguhan, tidak mengenal capek dan putus asa. Namun, apa yang terjadi jika seseorang bekerja dalam kondisi terpaksa, maka yang ada dalam fikirannya adalah beban. Cinta terhadap pekerjaan akan menjadikan orang jauh lebih kuat menghadapi berbagai tekaan dan cobaan. Untuk itu kuncinya adalah satu, yaitu cukup lima huruf; cinta.

Kisah Kerja Keras, Cinta dan Kesabaran
Wama al-ladzdzatu illâ ba’da at-ta’abi, begitulah bunyi pepatah arab. Dalam arti bebas “Kenikmatan itu hanya akan dapat kita peroleh ketika sudah bekerja keras.” Jadi, Tidak mungkin kenikmatan itu datang dengan sendirinya, tanpa diiringi dengan sebuah kerja keras. Lain halnya dengan orang yang sudah senang hidupnya disebabkan dari garis keturuna. Pepatah arab ini tak berlaku lagu bagi orang yang demikian.

Pepatah arab itulah yang dipegang teguh oleh Pak Soleh. Pak Soleh begitulah beliau biasa disapa. Aktifitas Pak Soleh setiap hari adalah menjual soto miliknya. Kegiatan tersebut sudah ia lakoni semenjak usia muda, dan hingga saat ini warung sotonya semakin ramai diburu pembeli. Apa yang Pak Soleh alami saat ini tidak serta-merta datang begitu saja. Butuh waktu dan proses yang sangat panjang, rupanya sudah 30 tahun lamanya Pak Soleh menekuni usaha ini.

Walaupun saat ini sudah memiliki cabang dimana-mana, Pak Soleh setiap hari selalu melayani pembelinya seara langsung, ia tidak pernah memiliki keinginan untuk meninggalkan aktivitas yang sudah lama ia tekuni. Bagi Pak Soleh bejualan soto merupakan hal yang menyenangkan, jadi dari dahulu hingga sekarang ia tak pernah merasa bosan.

Berjualan soto ternyata mampu mengantarkan Pak Soleh dan isterinya berangkat ke tanah suci; mekah untuk menyempurnakan rukun islam yang terakhir. Bahkan Pak Soleh juga mampu membiayai anak-anaknya sekolah keperguran tingi hingga selesai dari hasil jualan sotonya. Ya, kuncinya satu yaitu bekerja dengan cinta, dengan cintalah semuanya terasa nikmat dan membuat diri kita semangat.

Lain halnya dengan kisah pelatih sepak bola dan pendonor ginjal. Suatu ketika seorang pelatih sepak bola divonis oleh dokter dengan penyakit gagal ginjal. Pelatih sepak bola tersebut merasa seperti kehilangan hidupnya, karena tidak bisa berharap banyak dengan penyakitnya. Ia sempat berpikir, siapa yang mau mendonorkan ginjalnya untuk dirinya?

Tanpa disangka, ternyata ia mendapat donor ginjal dari salah seseorang yang mengaku bahwa ia suka dan tertarik dengan karakter pelatih tersebut. Tak hanya itu,  pendonor ginjal pun mengatakan bahwa ia ingin memberikan manfaat hidup bagi orang banyak. Melalui donor ginjalnya ia ingin memberikan lebih banyak manfaat bagi orang lain.

Lain halnya lagi dengan kisah seorang ibu dan anaknya. Anak itu memiliki kaki dan tangan cacat semenjak lahir, tak hanya itu ia juga mengalami keterbelakangan mental. Nama penyakit yang ia derita adalah Lobster Claw Syindrom, tanganna hanya memiliki dua jari yang menyerupai kepiting dan kakinya pun hanya sebatas lutut.

Orang tua mana yang tidak pilu menyaksikan anaknya lahir dalam keadaan cacat seperti ini. Setiap orang tua pasti mengidamkan anaknya lahir sehat dan normal, apa jadinya jika ternyata yang anak yang dilahirkan dalam keadaan tidak normal. Itulah kehidupan, kadang terjadi di luar keinginan manusia. Tetapi disnilah peran orang tua yang menjadi penentu, apakah akan putus asa, mengeluh, dan menyalahkan sang pencipta.

Tidak dengan ibu yang satu ini, meski anaknya lahir dalam keadaan yang serba kurang, ia tetap optimis, sabar, dan tabah dalam mendidik dan membesarkannya. Sang suami hanya seorang pensiunan perusahaan dan telah tiada, saat itu sang anak masih kecil. Walaupun demikian ia tidak menyerah, terus berusaha dengan maksimal dan tiada henti untuk membesarkan anak sematawayangnya itu.

Saat itulah sang ibu mendidiknya dengan penuh kesabaran. Ia didik anaknya dengan kemandirian, percaya diri, dan keterampilan hidup sehari-hari. Walaupun dengan segala keterbatasan, anak itu akhirnya tumbuh menjadi gadis kecil yang mandiri. Disanala ia menemukan jalan hidupnya dan merubah dirinya.

Berawal dari saran seorang trapis untuk bermain piano supaya melatih motorik tangan dan kakinya. Selain itu, bermain musik juga dapat menumbuhkan kecerdasa musikal yang merupakan kelebihan dirinya. Dengan penuh kesabaran sang ibu, akhirnya gadis kecil itu terbiasa memainkannya walaupun hanya dengan empat jari. Setelah berlatih bertahun-tahun akhirnya ia mulai tampil dalam berbagai konser dan tour ke berbagai negara.

Akhirnya, sang anak yang dulu divonis cacat ternyata dapat kembali bangkit dan membuktikan bahwa semua usaha itu akan mendapatkan balasan yang setimpal. Ia sadar bahwa ia bisa menjadi seperti ini berkat dari perjuangan sang ibu yang setia dan begitu sabar merawat dan mendidiknya. Sang ibu pun kini bangga padanya, karena ia sudah menjadi anak yang mandiri dan bermanfaat bagi orang lain.

Kerja Keras
Kerja keras dengan cinta sangat berkaitan. Karena kerja keras tanpa dilandasi dengan cinta tidak akan bertahan lama. Kerja keras tidak akan berbekas, tidak memberikan efek bahkan tidak memiliki kekuatan, jika tanpa cinta. Dari awal sudah dikatakan bahwa cinta itu merupakan sebuah kekuatan, atau lebih tepatnya adalah sebuah ruh bagi kerja keras  itu sendiri. Dengan cinta kerja keras akan terasa lebih nikmat dan bertambah lebih kuat.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allâh mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki). Tanpa dilandasi dengan cinta, mana mungkin pekerjaan itu akan dilaksanakan dengan tekun, rapi dan teliti. Justru yang ada hanyalah kebalikan dari itu.

Pekerjaan yang dilandasi dengan kebencian, atau dengan kata lain tidak menyukai pekerjaan tersebut justru akan jauh dari kata-kata itqon itu sendiri. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa konsep itqon itu sudah pasti dapat lahir dari sebuah cinta terlebih dulu. Hanya orang-orang yang bekerja karena cintalah yang akan menghasilkan pekerjaan yang baik, indah bahkan menjadi rapi. Tidak berantakan, acak-acakan dan mungkin terkesan asal-asalan.

Dari sini kita bisa melihat dan memperhatikan seseorang itu bekerja keras dengan cinta ataupun malah sebaliknya. Mungkin kita juga pernah bertanya kepada seseorang yang sedang sibuk bekerja. Jawaban yang diterima kadang sangat variatif. Ada yang dengan antusias menjawabnya, meskipun ia sedang sibuk. Ada juga yang sebaliknya, tidak sibuk tetapi malah tak acuh dan terkesan membuang muka, malah jawaban yang diterima itu ketus, seolah tidak mau tahu dan tidak mau direpotkan.

Intinya kerja keras yang baik adalah kerja keras yanh dilandasi dengan cinta. Salah seorang sahabat pernah mengatakan seperti ini : “Kalau ingin bisa bahasa inggris, yang kamu lakukan pertama kali adalah senengin dulu, atau sukain dulu.. nanti insya allah cepat bisa..” Dari sini saja kita sudah bisa menemukan kata kuncinya. Ya, tumbuhkan dulu rasa suka, cinta dan senang. Niscaya semuanya terasa lebih ringan dan mudah.

Ikhtitâm
Kisah di atas memperlihatkan bagaimana cinta itu “berbicara” dan memberikan “warna” dalam kehidupan kita. Tak hanya itu, cinta sekaligus memberikan dorongan kekuatan yang mahadahsyat, sehingga tak mampu diukur dengan sesuatu apapun. Kekuatan cintalah yang menjadikan seseorang mampu bertahan dan berani berkorban untuk orang yang dicintainya.

Dari kisah pak soleh dapat kita ambil pelajaran bahwa cinta memberikan energi pada setiap orang. Dan cinta pada pekerjaan membuatnya menjadi orang yang sukses. Dari kisah pelatih sepak bola dapat dipetik makna bagaimana mencintai kehidupan agar lebih memberikan manfaat yang lebih banyak lagi terhadap orang lain.
Adapun pelajaran dari kisah Ibu dan anaknya yaitu setiap manusia memiliki cinta. Cinta kepada keluarga, orang tua, anak-anak dan sesama.Maka gunakanlah energi cinta itu untuk membuka semua potensi yang ada. Gunakanlah energi cinta untuk melawan semua bentuk kemalasan, rintangan dan halangan dalam hidup.

Ingatlah, ketika dalam perjalanan hidup banyak rintangan dan tantangan yang menghadang, maka cinta lah yang akan memberikan kekuatan. Ikhlas dan yakin bahwa dengan cinta kita bisa menghadapi berbagai rintangan yang ada, sehingga cinta akan menemukan jalan keluarnya. Wallâhu’alam.[]

Amir Hamzah

Div. Pendidikan
Lembaga pengabdian Masyarakat
PONPES UII
Read More.... | komentar

Merugi

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-‘asr [103] : 1-3)

Setiap manusia Allâh swt berikan waktu yang sama, yaitu 24 jam. Terkadang banyak manusia yang menggunkan kesempatan itu dibiarkan begitu saja. Ada yang malas-malasan padahal ia tahu jika hari esok akan menghadapi ujian. Ada lagi yang memakai waktunya dihabiskan untuk bermain, alasannya karena dunia ini hanya tempat bermain-main. Taubat bisa nanti saja, kalau sudah tua barulah bertaubat. Orang-orang sepeprti ini sungguh keterlaluan, ia menganggap enteng urusannya. Padahal ia tidak tahu bahwa selama ini yang memberikan kenikmatan itu adalah Allâh. Sungguh orang yang demikian adalah orang yang merugi.

“Demi masa sesungguhnya manusia berada dalam  kerugian, melainkan orang-orang yang mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS. Al-‘asr : 1-3)

Dari ayat di atas, jika kita telaah bersama berarti posisi manusia dalam keadaan merugi, yaitu mereka merugi diakibatkan oleh perbuatannya sendiri. Manusia terjerat masalah karena ulahnya sendiri. Misalnya saja, tidak menjaga mulutnya ketika berbicara, sehingga banyak saudaranya yang membenci dirinya. Jadi, sangat jelas bahwa mereka merugi karena perbuatanya sendiri.

Mari kita telaah kembali ayat al-Qur’an di atas. Disana terdapat pengecualian, jika kita berbuat baik, saling menasehati dan saling mengingatkan maka kerugian itu bisa dihindari. Kenapa demikian? Karena dengan kebaikanlah kita bisa terselamatkan, dengan saling menasehati kita bisa mengingatkan orang yang belum baik supaya menjadi lebih baik. Dengan demikian, berarti setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain bisa kita cegah. Jika salah satu ada yang lupa maka yang satu mengingtkan, begitu seterusnya dan sebaliknya. Mengingatkan dengan penuh kelembutan seperti Allâh swt dan Rasûlullâh ajarkan tentunya.

Dalam Al-Qur’an Allâh swt memerintahkan kita untuk menyeru kepada kebaikan, (ta’muruna bil ma’ruf) dengan cara yang santun dan indahlah maksudnya. Tujuannya adalah mengajarkan dengan kelembutan dalam mengingatkan manusia, bukan dengan cara kekerasan. Bagaimana mungkin Allâh swt menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain, sedangkan diri kita belum baik. Berarti secara lembut Allâh swt mengingatkan kita untuk menjadi orang baik dulu, setelah itu baru ke orang lain.

Kadar Keimanan
Kita sadari bahwa kadang-kadang kadar keimanan itu selalu naik turun “al-Iimânu yazidu wa yankus” banyak hal yang melatarbelakangi semua ini. Sebagai mahasiswa tentu banyak godaan  dan ajakan yang tidak mendidik. Bahakan jika tidak pintar memilih teman, yang ada bisa-bisa kita malah tejebak dan terjerumus. Kadar keimanan itu berubah karena disebabkan perubahan waktu juga. Setiap orang memiliki titik jenuh, dari kejenuhan itulah berakibat kepada kadar keimanan kita sendiri.

Terlebih sebagai seorang kepala keluarga misalnya. Seorang bapak memiliki tugas untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Tentu sangat sulit untuk bagi sang bapak dalam menjaga keimanan itu agar selalu konsisten (istiqomah). Ketika kadar iman kurang stamina, apa lagi ketika sedang dirundung banyak masalah, maka dorongan untuk berbuat tidak baik semakin bertambah. Oleh karena itu maka keimanan yang betul-betul kuat harus kita miliki. Agar dalam kondisi apapun tetap bisa terjaga.

Waktu bagaikan pedang, kalau salah menggunakannya maka kita akan terbunuh oleh pedang. Tentunya kalu tidak ingin menjadi korban maka kita harus benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Rasûlullâh saw selalu mengingatkan kepada umatnya, bahwa orang yang beruntung adalah orang yang menjadikan hari esoknya lebih baik dari hari kemarin. Seharusnya kita sadar betul apa yang disampaikan Nabi Muhamad saw. karena jika kita gali makna sebenarnya tentu sangat dalam dan juga mampu menjadi landasan hidup.

Jika kita mau memperhatikan pesan dari Rasûlullâh ini, sebenarnya sudah mencakup semua hal. Mulai dari masalah hidup setiap hari yang sepele hingga yang paling berat pun akan ketemu solusinya. Setiap manusia yang lahir akan mengalami pertambahan usia dengan bertambahnya usia ini maka bertambah pula pengetahuan dan pemahaman keilmuan nya pula, akan teapi justru yang menjadi masalah adalah makin tua makin menjadi seperti istilah “tua-tua keladi” inilah yang dialami oleh generasi muslim saat ini. Banyak yang mengerti agama namun jauh dai nilai-nilai agama.

Dalam al-Qur’an Allâh menangguhkan orang-orang yang enggan untuk menyembahnya, Allâh berikan apa yang mereka minta [istijrad] akan tetapi tunggu saja apa yang akan mereka terima karena ini adalah istijrad dari Allâh swt. Berhati-hatilah dengan apa yang kita lakukan dan apa yang kita perbuat untuk Allâh, apakah perintah Allâh telah kita jalankan dengan benar dan sesuai dengan anjuran Allâh itu. Kalau tidak sesuai dan jauh dari ketentuanNya kemudian apa yang kita pinta selalu Allâh kabulkan jangan-jangan kita termasuk orang yang mendapatkan istijrad dari Allâh. Naudzubillahi min dzalik…

Belajar dari Musibah
Indonesia, tidak henti-hentinya dilanda bencana. Ini adalah bukti bahwa Allâh memeberikan ujian dan memberikan teguran kepada makhluknya. Sebab diantara sekian banyaknya penduduk Indonesia yang mengaku muslim ternyata hanya sebagian saja yang menjalankan perintah Allâh swt.

Kalau kita mau jujur dengan apa yang kita perbuat terhadap Allâh dalam  sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun. Jika kita renungkan pastilah labih banyak yang meninggalkan daripada melakukan perintahNya. Apakah kita sudah benar menjalankan perintah Allâh? seberapa seringkah kita melalaikan kewajiban kita? Tampaknya semua individu tidak berani menjawabnya.

Dari kesalahan-kesalahan inilah Allâh mengingatkan kita semua untuk mendekatkan diri, apalagi sampai melupakannya. Allâh lebih senang kepada hambanya yang selalu menyebut-nyebut namanya, berdzikir dan lidahnya selalu basah dengan kalimat Allâh. Akan tetapi, ketika hambanya lupa terhdapa Allâh, tentulah Allâh memberikan teguran dengan melalui perantara tentara-tentaranya agar dapat ingat kembali.

Coba bayangkan, jika di seluruh dunia; jumlah penduduk bermilyar-milyar ini tak ada seorangpun yang menyembah Allâh semuanya lalai akan semua perintah Allâh, kira-kira apa yang akan terjadi ? apa jadinya jika tak ada satupun yang mengumandangkan adzan ketika waktu shalat tiba? Pastilah Allâh akan langsung mengirimkan sebuah bencana, bahkan kiamat pun juga bias terjadi.

Tanda-tanda Qiyamat sudah tiba. Misal, kerusuhan dimana-mana. Jika kita perhatikan hampir di setiap Negara ada kerusuhan, awalnya masalah itu kecil tapi kemudian menjadi besar dan tak kunjung selesai. Hingga titik temunya sulit ditemukan, karena tak ada yang mau mengalah.

Tak hanya itu, bahwa anatara laki-laki dan perempuan sulit untuk dibedakan. Laki-laki menyerupai perempaun dan sebaliknya. Sehingga kejadian-kejadian ini dikait-kaitkan dengan Qiyamat. Padahal hanya Allâh lah yang mengetahui semuanya, manusia tak berhak mendahului ketentuan Allâh karena dialah yang maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.

Penutup

Alangkah baiknya jika kita kembalikan kepada Allâh jangan sampai kita melupakan semua perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangannya. Syetan selalu mencari teman untuk menemaninya di Neraka kelak. Jadi, jangan sampai kita menjadi salah jalan dan terperosok kedalam jalan mereka dan menjadi pengikut setia syetan.

Tawaran-tawaran syetan sangat menggiurkan dan mampu melupakan semua urusan, termasuk urusan akhirat. Banyak orang yang sewaktu dekat dengan Allâh, ia meminta dalam doanya kekayaan. Akan tetapi setelah ia kaya, ternya ia lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allâh. Ia merasa semua itu adalah hasil dari jerih payahnya dan hasil keringatnya sendiri, bukan dari Allâh.

Padahal ketika masih ingat dengan Allâh ia sempat berucap janji jika aku punya harta yang banyak aku akan tambah taat dalam menyembah Mu. Ternyata ia lupa semuanya, karena tertutupi oleh ajakan syetan. Jangankan meningkatkan ketaatan, infaq, dan sedekah pun tidak. Naudzubillâh min dzalik

Jika kita beristiqomah dalam menjalankan ketaqwaan, pastilah semua masalah dan godaan ini bukanlah sesuatu yang sulit. Syetan itu masuk dan membisikan ajakan-ajakan yang menyimpang dari jalan Allâh swt ketika kita lemah. Ajakan Allâh terkadang sulit dilakukan sedangkan ajakan syetan justru malah terasa ringan dan selalu mendapatkan kemudahan.

Sadarlah bahwa efek dari semua itu adalah sebuah hukuman yang akan membuat kita menyesal selamanya. Jangan sampai ketika sudah berada di alam kubur barulah kita tersadar. Marilah kita niatkan secara bulat dengan tekad yang kuat bahwa kita akan melawan semua ajakan syetan itu. Mudah-mudahan kita menjadi hamba yang kuat dan selalu Allâh berikan kemudahan dalam menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala larangan-larangannya. WAllâhu’alam. []

Amir Hamzah
Lembaga Pengabdian Masyarakat

Read More.... | komentar (1)

Bahaya Riya’

Senin, 01 April 2013

Rasulullah bersabda : “sesungguhnya yang paling ku takutkan dari yang ku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya , “wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu? ” beliau menjawab, “riya’.” Allah berfirman kepada mereka kelak pada hari qiyamat, tetkala memberikan balasan amal-amal manuisa,” pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ di dunia apakah kalian mendapatkan balasan dari sisi mereka?” (Diriwayatkan Ahmad dan Al-Baghawy)

Riya’ berasal dari kata ru’yah, yang artinya adalah melihat. Orang yang riya’ adalah mereka yang menginginkan agar orang lain melihat apa yang dilakukannya. seseorang beramal untuk Allah tetapi juga diniatkan untuk selain Allah, yaitu ingin di lihat oleh orang lain. Sehingga orang yang riya’ itu pada dasarnya melaksanakan ibadah yang Allah perintahkan tapi niatnya bukan karena Allah. Menurut al-Quran surat al-Ma’un riya’ ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat/manusia. Virus riya’ dalam diri seseorang melalui beberapa hal diantaranya adalah : pertama Senang terhadap pujian dan sanjungan, kedua selalu menghindari celaan dan yang ketiga yaitu mengaharap kedudukan di hati orang lain.

Tiga aspek inilah yang menjadikan penyakit riya’ itu tumbuh dengan subur dan akhirnya menggrogoti jiwa manusia, dan menjadikan amalan-amanlan manusia menjadi tidak di terima oleh Allah swt.  Orang-orang yang riya’ ternasuk orang yang celaka sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Mau’un : “maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’.” [107]: 5-6

Macam-Macam Riya’
Riya’ itu banyak macamnya, diantaranya adalah sebagai berikut : pertama, riya’ yang berasal dari badan. Biasanya hal ini lebih bersifat kepada bentuk fisik yang ingin di lihat atau memamerkan tubuh yang bagus atau sebagainya, memperlihatkan mata cekung dan  agar terlihat ahli puasa, memperlihatkan kegagahan, penampilan yang menarik, dan kecantikan maupun kecakapan yang ada pada dirinya. Kedua, riya’ yang berasal dari perhiasan/pakaian. Merasa apa yang ia punya paling bagus dari yang lain, sehingga merasa ingin di lihat oleh orang lain; atau memakai pakaian yang meniru para ulama agar dipandang sebagai ahli ibadah atau oarng yang ahli ilmu agama, atau memperlihatkan pakaian yang mahal, atau rumah dan harta yang ia miliki.

Ketiga, riya’ yang berasal dari perkataan. Biasanya membagus-baguskan bacaan ketika berbicara, dan begitu juga ketika membaca al-Quran dengan niat ingin di puji oleh orang lain yang mendengarnya. Sehingga membuat yang mendengar memberikan pujian atas keindahan suaranya ataupun yang lainnya. Keempat, riya’ yang bersal dari perbuatan. Yaitu memanjangkan bacaan sholat saat ruku dan sujud, menampakan ke khusyukan, shodakoh lantaran karena ada seseorang yang disukai atau lain sebgaianya, sehingga apa yang ia lakukan bukan murni atas kehendak dirinya melainkan karena ada dorongan dari orang lain yang mengakibatkan ia melakukan perbuatan itu. Kelima, yaitu riya’ dengan teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya. Misalnya ia memiliki teman yang sudah terkenal dan lain sebagainya kemudian ia selalu menyebut-nyebut temannya tersebut, bahwa orang tersebut sering datang kerumahnya. Ia punya banyak teman dan bahkan ia pernah didatangi oleh si fulan dan fulanah yang terkenal itu.

Bahaya Riya’
Bahaya riya’ yang pertama, dapat menghapus amal shalih. Seperti yang disampakan di atas, yaitu seseorang yang melaukan perintah Allah akan tetapi ia memasukan sifat riya’ ketika melakukan amalan tersebut dan hal itu menyebabkan amalan yang seharusnya mendapatkan pahala, akan tetapi menjadi amalan yang sia-sia. Amalan yang shalih itu menjadi amalan yang kosong dan tidak memiliki nilai di mata sang khalik. Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya yang paling ku takutkan dari yang ku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya , “wahai rasulullah, apakah syirik kecil itu? ” beliau menjawab, “riya’.” Allah berfirman kepada mereka kelak pada hari qiyamat, tetkala memberikan balasan amal-amal manuisa,” pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ di dunia apakah kalian mendapatkan balasan dari sisi mereka?” (diriwayatkan Ahmad dan Al-Baghawy)

Bahaya Riya’ yang kedua, riya’ adalah penyakit yang tersembunyi. Karena penyakit riya’ itu tidak tampak dan hanya pelakunya sajalah yang tahu, maka sangatlah sulit untuk mengetahui siapa yang terkena penyakit riya’ ini, oleh karena itu riya’ sangat berbahaya dan dapat menyerang siapa saja, kapanpun, dan dimanapun. Rasulullah bersabda : “maukah aku tunjukan sesuatu yang lebih aku takutkan kepadamu dari pada al-Masih dan ad-Dajjal? Yaitu syiruik yang tersembunyi, seorang berdiri mengerjakan shalat lalu ia menghiasinya karena ada yang melihatnya.” (Riwayat Ibnu Majah)

Bahaya riya’ yang ketiga yaitu riya’ dapat menambah kesesatan. Sudah sangat jelas sekali jika ada seseorang yang terjangkit penyakit riya’ maka penyakit tersebut akan menggerogoti jiwanya dan menyerang seluruh elemen yang ada di dalam tubuhnya terutama hati. Riya’ merupakan penyakit yang sukar disembuhkan, sehingga bagi orang yang telah terkena penyakit ini akan terus menerus menjalankan riya’ dalan kehidupannya sehingga ia akan terus menerus masuk kedalam kesesatan tersebut. Allah berfiraman dalam al-Quran :

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabakan mereka berdusta.” (QS. Al-baqarah [2] : 9-10)

Terapi Riya’
Hal yang pertama adalah dengan membiasakan diri menyembunyikan amalan. Sebisa mungkin kita melakukan kebaikan dan kemudian kita melupakan kebaikan tersebut, sehingga dangan tidak mengingat-ingat kebaiakn tersebut maka secara otomatis kebaikan itu tidak akan pernah kita ungkapkan ataupun kita ucapkan kepada orang lain. Seperti dalam peribahasa yang sering kita dengar yaitu “tangan kanan beramal dan tangan kiri tidak tahu.” Berusaha untuk tidak mengingat-ingat dan menyembunyikan dari tangan kiri atas perbuatan tangan kanan merupakan salah satu terapi yang bisa mencegah penyakit riya’ ini muncul.

kedua adalah dengan mengetahui dan mengingat bahaya riya’. Jika kita menyadari akan bahaya riya’ tersebut, tentulah kita takut dengan kemurkaan Allah dan azabnya bagi diri  kita  tetkala kita melakuakn amalan riya’, dan tentunya kita akan menyadari sebetulnya pujian itu untuk apa, dan tidaklah memiliki apapun.  Apalah artinya sebuah pujian dan sanjungan apabila Allah tidak ridha, bahkan sanjungan dan pujian hanya akan menimbulkan murka Allah kepada hambanya.

ketiga adalah dengan Berdoa kepada Allah. Yaitu dengan memohon untuk dijauhkan dari penyakit riya’ yang mampu menghilagkan pahala amal shalih. Abu Musa al-‘Asy’ari berkata :

“Pada suatu hari Rasulullah berkhutbah kepada kami. “wahai sekalian manusia, takutlah akan syirik ini (riya’) karena ia lebih tersembunyi dari pada rayapan seekor semut”, lalu salah seorang bertanya, “ya Rasulullah, bagiamana kita mewaspadainya?” beliau menjawab, “berdoalah dengan doa ini : ya allah kami berlindung kepada engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” (Riwayat Ahmad)

Penutup
Riya’ merupakan penyakit yang berbahaya dan mampu menghapus amal shalih, dan menjadikan manusia rusak, karena apa yang ia cari hanyalah sesuatu yang tidak berarti dan sifatnya hanya sesaat saja. Oleh karena itu kita harus menjauhi penyakit riya’ ini, jika tidak ingin terjebak dan masuk kedalam lembah kegeglapan, yang mampu membuat mata hati kita tertutup rapat oleh pintu riya’. Percuma kita sholat, puasa, menolong, dan lain sebagainya jika hanya ingin di lihat oleh orang lain dan di nilai oleh rang lain.

Jika penyakit riya’ telah datang menghampiri diri kita maka cepat-cepatlah memberikan penawarnya yaitu dengan segera mengingat allah dan mengingat bahaya riya’ tersebut dan kemudian berdoa kepada allah untuk dihindarkan dari penyakit tersebut. Jika tidak cepat-cepat di obati maka penyakit tersebut akan menyebabkan semuanya amalan kita hilang dan menjadi sia-sia. Ketika semua amalan yang kita lakukan telah dibumbui dengan sifat riya’ maka amalan tersebut sudah dipastikan tertolak dan menjadi amalan yang kosong, hampa dan lain sebagainya. Amalan yang demikian hanya memiliki tampilan luar semata, akan tetapi tidak memiliki sesuatu arti apapun di hadapan allah swt.

Sebisa mungkin kita menyadari bahwa pujian dan sanjungan itu merupakan sesuatu hal yang tidak memberikan manfaat,  dengan kesadaran itu maka kita akan mengesampingkan niat untuk mendapatkan sebuah pujian ataupun sanjuangan dari  makhluk yang namanya manusia. Ingatlah bahwa pujian hanya akan membuat kita terjebak kedalam sebuah lembah yang sebetulnya menjadikan diri kita lemah, tidak berdaya, dan membuat mata hati kita menjadi tertutup.

Sadarilah bahwa sebetulnya yang kita cari bukanlah pujian ataupun sanjungan dari manusia akan tetapi yang kita cari adalah ridha Allah swt untuk memperoleh  sebuah balasan yang setimpal atas amalan-amalan yang telah kita lakukan dalam hidup ini, dan yang kita cari adalah balasan syurga dari Allah untuk menempuh hidup di akhirat yang kekal suatu hari kelak. Semoga kita menjadi hamba-hamba yang terjauh dari sifat riya’, dan selalu mendapatkan ridha Allah dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Semoga kita menjadi hamba-hamba yang selalu bertaubat dari kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat, dan menjadi hamba-hamaba yang bertaqwa.

“Ya Allah kami berlindung kepada engkau dari mempersekutukan sesuatu dengan Mu apa yang kami ketahui dan kami memohon ampunan dari apa yang kami tidak ketahui.” Amin. Wallahu’alam bishowab.[]

*Amir Hamzah
Mahasisiwa Prodi PAI│FIAI UII
Santri PONPES “Ashabul Kahfi”
Read More.... | komentar

Bersabar Diatas Kesabaran

Suatu sore, Herman sedang berselancar di dunia maya. Tiba-tiba HP (hand phone) nya bergetar, menandakan ada sebuah pesan untuknya. Ternyata Rudi, yang mengirimkan SMS (Short Message Sending) tersebut. Intinya, SMS itu adalah meminta tolong kepada Herman  untuk menyadarkan salah satu teman mereka yang sedang putus asa. Awalnya Herman merasa tidak yakin dapat membantu, ia sadar betul bahwa dirinya bukanlah orang yang pandai dalam banyak hal. Herman menyadari bahwa dirinya hanyalah orang biasa, seperti teman Rudi yang lainnya. Ketika sekolah dulu, tidak pernah masuk ke rangking sepuluh besar.

Akhirnya, dengan bermodalkan niat tulus dan ikhlas Herman pun mencoba sebisa mungkin untuk memenuhi permintaan dari temannya itu. Rudi sangat senang dengan sikap Herman. Rudi tahu bahwa Herman pasti akan selalu membantunya, apalagi ketika dimintai bantuan oleh teman akrabnya sendiri. Itulah kelebihan Herman, sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman yang lain. Begitulah sosok Herman di mata sang teman.

Dara, begitulah ia disapa oleh teman-teman seusianya. Gadis yang memiliki nama lengkap Dara Khoirunnisa, begitu ceria dan aktif di kegiatan kampus. Namun karena ia sakit-sakitan dan sakitnya tak kunjung sembuh ia menjadi putus asa. Ia sering mengeluh, bahkan ia sempat mengatakan ingin mengakhiri hidupnya. Alasannya, karena Dara  sudah capek, sudah tidak kuat harus seperti ini terus-terusan dengan penyakit yang dideritanya.

Herman sebisa mungkin menyadarkan Dara. Herman merasa bingung dengan peristiwa yang dialami Dara. Ia tidak belajar ilmu seperti ini ketika kuliah. Di kampus tempat ia belajar tak ada rumus atau jurus seperti ini yang diajarkan oleh dosennya. Namun, Herman teringat pesan Ustadz Rahmat ketika mengikuti pengajian mingguan, di mesjid Al-Falah. Begitu detail Ustadz  Rahmat menjelaskannya, bahasanya juga sangat lembut dan lugas. Herman ingat betul Ustadz Rahmat sedang membahas QS. Al-Baqarah [02] : 286

Artinya : Allâh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Dengan pengetahuan yang dimilikinya, Herman berusaha dengan maksimal untuk  meyakinkan Dara. Awalnya ia merasa tidak yakin dengan apa yang ia lakukan. Tetapi atas izin Allâh swt Alhamdulilâh ternyata Dara mau menerima nasihat darinya. Dara berjanji akan berubah dan mau menerimanya dengan ikhlas dan sabar, Dara juga yakin bahwa apa yang ia jalani merupakan takdir Allâh yang sudah tertulis di lauhilmahfudz, seperti yang dinasihatkan Herman kepadanya.

Menanamkan Keyakinan
Setiap masalah yang dialami oleh manusia tentu berbeda. Walau pun tinggal dalam satu atap rumah dan satu ari-ari ketika dalam kandungan, tentu masalah yang dihadapi tak ada yang sama. Masalah itu datang silih berganti, jika masalah yang satu selesai maka masalah yang satunya lagi datang. Ini semua adalah rangkaian kehidupan, kehidupan orang yang normal tentunya. Hanya orang tidak normal (gila) yang tidak  memiliki masalah dalam hidupnya.

Jika berada diposisi Dara? Apa yang akan dilakukan ketika mengalami hal demikian? akankah bisa bersabar?  bisa saja tindakan yang lebih “nekat” akan dilakukan, bahkan melebihi yang dilakukan Dara, dan hal itu dilakukan di luar kesadaran. Tidak sedikit orang yang prustasi kemudian memilih mengakhiri hidupnya sendiri. Untuk itu, sebagai seorang muslim yang harus diakukan agar membentengi diri supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka solusinya adalah dengan memperkuat keyakinan (keimanan) kepada Allâh swt.

Dalam kondisi tertekan, kehilangan arah (bimbang), atau pun merasa terasingkan tentu hanya Allâhlah yang terasa begitu dekat, hanya Allâh juga yang dapat dimintai pertolongan. Berserah diri kepada Allâh bila semua usaha telah dilakukan dengan maksimal, merupakan keharusan, karena Allâhlah yang menentukan hasilnya. Berpasrah diri, ungkapan itulah yang sering diucapkan ketika melakukan sholat. Sadarkah dengan apa yang diucapakan tersebut? “…inna shalatî wa nusukî wa mahyâya wa mamâtî lillahirabbil’âlamîn”

Bagi yang memiliki keyakinan tinggi terhadap sang khâliq tentu masalah sebesar apapun tak akan menjadikan beban baginya. Ada sebuah penghargaan yang telah dipersiapakan ketika rintangan itu mampu dilewati. Mereka sadar betul bahwa untuk meperoleh mutiara dibutuhkan perjalanan panjang, menyelam jauh ke dasar samudera. Mereka tak gampang menyerah, tidak gampang patah, walaupun tantangan selalu menghadang dirinya.

Allâh SWT berfirman : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali’Imran [03] : 139)

Mensikapi Dengan Sabar
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa suatu ketika Rasûlullâh saw. berjumpa dengan seorang wanita yang sedang menangis di hadapan sebuah kuburan. Nabi saw. menegur wanita tesebut, “bertaqwalah kepada Allâh dan bersabarlah.” Wanita yang kebetulan belum mengenal Nabi menjawab, “Pergilah! Jangan engkau campuri urusanku. Engkau tidak tahu kepedihan yang menimpaku.”

Setelah diberi tahu bahwa yang menegurnya adalah Nabi saw, wanita itu merasa menyesal dan segera menemui beliau untuk meminta maaf. Kemudain, Nabi saw. bersabda, “hakikat kesabaran dinilai pada saat pertama datangnya musibah.” Adapun yang dimaksudkan oleh Nabi sabar itu tidak harus menunggu setelah musibah itu berlalu.

Bersabar berkaitan pula dengan masa depan, sebagaimana firman-Nya : “Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya  janji Allâh itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”. (QS. Al-Mu’min [40] : 55)

Sabar itu memberikan nuansa “waktu dan masa depan.” Sehingga, sabar merupakan fungsi jiwa yang berkaitan sebanding dengan harapan waktu dan peroses berikhtiar untuk nyata. Sabar yang berarti merupkan harapan (tujuan, perjalanan dalam menggapai ridha Allâh), hanya dapat terwujud apabila mampu “bertoleransi dengan waktu.” Bila menanam benih padi, tentu saja tidak otomatis padi tersebut yang tumbuh. Untuk itu harus dipelihara, dipupuk, dan dibersihkan dari segala rerumputan dan hama yang mengancam. Menanam benih, memelihara, lalu memetik dan mejualnya merupakan rangkaian usaha dalam bersabar.

Kesabaran petani tampak dari sikapnya. Menunggu (faktor waktu) terus bergiat, memlihara, dan bersiaga menghadapi segala macam tantangan, hama, cuaca, dan penderitaan rasa cemas. Ketika banjir melanda tanamannya, itu tidak membuat surut, begitu pula ketika terkena hama, selalu saja ada upaya untuk memperbaikinya bahkan mencari alternatif-alternatif yang dilakukannya.

Sabar berarti memiliki ketabahan dan daya yang sangat kuat untuk menerima beban, ujian, atau tantangan tanpa sedikit pun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamnya. Rasûlullâh memuji orang mukmin yang bersabar , sabdanya : “Sungguh menakjubkan orang mukmin itu, jika ditimpa ujian dia bersabar” (HR. Bukhari)

Ikhtitâm
Sabar dapat disetarakan dengan kecerdasan emosional (emotional intelligence), yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai tekanan (stressor). Sehingga, orang orang yang bersabar tidak mengenal atau memiliki kosa kata “cengeng”. Karena makna dari sabar itu bagaikan batu karang yang tidak pernah bergeming walau ditimpa ombak samudera. Mereka tidak memiliki rasa gentar apalagi surut dari perjalanannya untuk menempuh jalan yang sudah mereka yakini. Firman Allâh swt : Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar...(QS. Al-Ahqâf [46] : 35)

Mereka yang sabar akan menerima ujian sebagai tantangan. Baginya hal tersebut adalah sesautu yang biasa atau memang demikianlah seharusnya. Dangan hati yang lapang dan antusias, ia merasakan penderitaan dengan senyuman. Kepedihan hanyalah sebuah selingan dari sebuah perjalanan. Bukankah tidak selamanya jalan yang ditempuh itu mulus dan indah. Terkadang harus mendaki dan penuh tantangan atau ujian. Itulah sebabnya, Allâh memeberikan kabar gembir bagi orang-orang yang tabah dalam perjalanannya.

Apapun yang dihadapi hendaknya disikapi dengan sabar. Bersabar itu tidak memiliki batas, ketika ada yang mengatakan “sabar itu ada batasnya,” berarti secara tidak langsung ia sudah tidak bersabar. Lebih tepatnya adalah “Shobrun ‘alâ shobrihî..” bersabar di atas kesabarannya.

Begitu dahsyat orang-orang yang sabar, Allâh berfirman  (QS. Al-Anfâl [08] : 65) : “…. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu…..” Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang bersabar, dan senantiasa saling mengingatkan dalam kesabaran. Amîn. Wallâhu a’alamu bi asshowâbi.[]

Amir Hamzah
Div. Pendidikan - Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM)
PONPES UII - Yogyakarta
Read More.... | komentar
 
© Copyright Matakuliah_PAI 2009-2013.