Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah SWT adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah SWT di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah SWT beserta orang-orang yang bertakwa (Q.S al-Taubah [9]: 36)
Menurut Kamal Faqih Imani dalam Tafsir Nûr al-Qur’ân disebutkan bahwa sejak hari dibentuknya sistem tata surya seperti bentuk yang kita lihat sekarang ini, terbentuk pula hitungan tahun dan bulan. Hitungan satu tahun adalah perputaran lengkap dari rotasi bumi mengelilingi matahari dan dalam hitungan satu bulan adalah pergerakan penuh dari rotasi bulan mengelilingi bumi, yang terjadi sebanyak dua belas kali dalam setahun.
Kemudian al-Quran menambahkan bahwa terdapat empat bulan di antara dua belas bulan itu yang haram (disucikan), dimana menurut hukum agama diharamkan pada bulan-bulan yang empat itu untuk bertempur dan berperang, yang dapat dipahami dari beberapa literatur Islam bahwa larangan berperang selama empat bulan ini adalah merupakan perintah yang bukan hanya dalam agama (kepercayaan) Nabi Ibrahim as., tetapi juga dalam agama yang diturunkan Allah kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Sehingga apabila ada serangan dari kaum kafir kepada kaum muslim, maka sudah semestinya bagi muslimin yang monoteistik untuk bersatu dalam satu barisan yang kokoh melawan musuh Islam.
Bulan haram pada ayat di atas ialah bulan yang dihormati dan dimuliakan oleh al-Quran, mayoritas ahli tafsir mengemukakan bahwa ada empat bulan haram Asyhur al-Hurum yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan tersebut, kaum muslimin dilarang mengadakan peperangan, setiap bulan ataupun hari-hari tertentu yang dimuliakan pasti mempunyai makna sejarah dan nilai filosofis yang sangat berarti bagi kaum muslimin, demikian halnya dengan Rajab.
Ada yang berpendapat bahwa bulan Rajab memiliki bermacam keutamaan lalu menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu agar mereka dapat meraih (fadhilah) keutamaan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, dijelaskan bahwa Rasulullah s.a.w. apabila memasuki bulan Rajab beliau senantiasa berdo’a, “Allahumma Bârik Lanâ Fî Rajab wa Sya’bân wa Ballighnâ Ramadhân” (Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami barakah di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan) (H.R. Ahmad)
Peristiwa Besar
Allah SWT berfirman, “Maha suci Allah SWT yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Q.S al-Maidah [5]:1)
Isra adalah berjalan pada waktu malam hari. Mi’raj adalah semacam alat untuk naik. Sedangkan Istilah Isra dalam sejarah Islam adalah perjalanan Nabi Muhammad s.a.w. pada waktu malam hari dari masjid al-Haram di Mekah ke masjid al-Aqsha di Yerusalem, dengan waktu yang sangat singkat. Adapun Mi’raj berarti perjalanan Rasulullah dari bumi sampai ke langit ke tujuh dan sampai ke Sidrat al-Muntaha. Dalam istilah lain Mi’raj adalah kenaikan Nabi Muhammad s.a.w. dari Masjid al-Aqsha di Yerusalem, ke alam atas (langit) melalui beberapa tingkatan, terus menuju Bait al-Makmur, Sidrat al-Muntaha, Arasy (tahta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), dan menerima langsung wahyu dari Allah SWT.
Peristiwa ini juga di sebutkan dalam surat lain yaitu pada surat an-Najm (53/ 1-18) “Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang Dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi), lalu Dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan, hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrat al-Muntaha, di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Q.S al-Najm [53]: 1-18). Awal surat al-Isra dan beberapa ayat awal surat an-Najm memberitakan apa yang dilihat oleh Nabi Muhamad s.a.w. dalam peristiwa Isra wal Mi’raj. Awal surat al-Isra berbicara tentang Isra dan surat al-Najm membicarakan tentang Mi’raj.
Peristiwa pra-Isra dan Mi’raj
Peristiwa Isra dan Mi’raj telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, pada suatu malam ketika Nabi Muhammad s.a.w. sedang berada di Hatim (dekat Ka’bah), tiba-tiba Malaikat Jibril datang membelah dada Nabi s.a.w. hati Nabi di keluarkan dan di sucikan dengan air zam-zam, kemudian kedalam hatinya di masukannya iman dan hikmah yang telah disediakannya di bejana emas. Dengan di bimbing oleh Jibril, Nabi Muhammad s.a.w. berangkat menuju Bait al-Maqdis dan Masjidn al-Aqsha, kemudian melakukan shalat dua raka’at yang di ikuti oleh Nabi-Nabi terdahulu. Setelah selesai shalat Jibril datang menemui Nabi dengan membawa dua gelas. minuman, gelas yang satu berisi susu dan gelas yang satu lagi berisi arak, Malaikat Jibril mempersilakan Nabi Muhammad s.a.w. meminumnya, dan Nabi Muhammad memilih susu, kemudian Malaikat Jibril mengatakan “seandainya kamu memilih arak niscaya umatmu akan tersesat”. Berakhirlah proses Isra disini.
Kemudian dimulailah proses Mi’raj, Nabi Muhammad bersama Malaikat Jibril naik ke langit. Sesampainya di langit Malaikat Jibril meminta penjaga supaya dibukakan pintu, sebelum masuk Jibril di tanya “Siapakah ini? “ Jibril menjawab “ Aku Jibril” kemudian di tanya lagi siapakah yang bersama engkau ? Jibril menjawab “Muhammad” kemudian di tanya lagi, “apakah ia sudah mendapat panggilan?” Jibril menjawab “ya, dia sudah dapat panggilan” malaikat penjagapun membuka pintu untuk Nabi Muhammad s.a.w. dan Jibril sambil mengucapkan salam atas kedatangannya Nabi Muhammad s.a.w.
Di langit pertama bertemu dengan Nabi Adam as dan memberinya salam, Nabi Adam as menjawab salamnya dan mendoakanannya, sesudah itu tiba-tiba Rasulullah melihat wujud samar-samar yang berwarna hitam yang ada di sebelah kanan dan kiri tempat duduk Nabi Adam as, bila menoleh ke sebelah kanan Nabi Adam senyum tapi bila menoleh kesebalah kiri ia bersedih, ternayata yang di sebelah kanan adalah surga dan yang sebelah kiri adalah neraka. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. naik ke langit yang kedua, keduanya sama di sambut seperti di langit yang pertama. Di sini Nabi Muhammad s.a.w. bertemu dengan Nabi Isa a.s. dan Nabi Yahya a.s. Nabi Muhammad mengucapkan salam kepada keduanya dan salam ini di sambut baik dan dengan hormat, keadaan seperti ini terjadi pada langit ketiga sampai kelangit ketujuh. Di langit ke tiga Nabi Muhammad s.a.w. bertemu dengan Nabi Yusuf a.s, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris a.s, di langit kelima bertemu dengan Nabi Harun as, dilangit keenam bertemu dengan Nabi Musa as. dan di langit yang ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s.
Di Sidart al-Muntaha Rasulullah s.a.w. berangkat ke al-Mustawa, kehadirat Allah SWT. Disinilah Nabi Muhammad s.a.w. menerima wahyu kewajiban shalat lima puluh kali sehari-semalam. Ketika Nabi turun dan sampai di langit yang keenam, Nabi Musa a.s. menyarankan agar shalat lima puluh kali itu dikurangi, mengingat kemampuan umat Nabi Muhammad s.a.w. sangat terbatas. Atas saran itu Nabi s.a.w. kembali ke khadirat Allah SWT mohon dikurangi, dan Allah SWT akhirnya berkenan menguranginya menjadi lima kali selama sehari-semalam.
Kejadian luar biasa ini sudah keluar dari batas-batas hukum alam materi, oleh karena itu Jumhur Ulama memandang bahwa peristiwa ini dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. dengan ruh dan jasadnya, seandainya hanya dilakukan dengan ruh, atau hanya melalui mimpi maka hal itu bukanlah hal yang luar biasa, karena ruh dapat melakukan yang demikian. Akan tetapi ini adalah peristiwa luar biasa, karena yang di terima oleh Nabi Muhammad s.a.w adalah perintah shalat, yang wajib dilakukan secara rohani melainkan dengan jasmani.
Marilah kita tingkatkan Ibadah kita kepada Allah dengan mengerjakan semua apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangannya, serta mensyukuri shalat yang kini dikerjakan hanya lima kali dalam sehari-semalam, apa jadinya jika lima puluh kali dalam sehari-semalam.? Inilah yang harus kita syukuri dan lebih rajin untuk menunaikannya, semoga kita di beri kekuatan untuk selalu menunaikannya hingga akhir hayat dan mati dalam keadaan khusnul khotimah. Amin ya rabbal’alamin. []
Amir Hamzah
Mahasiswa PAI UII 2009/2010
sumber: http://alrasikh.uii.ac.id/2010/07/08/isra-dan-miraj-peristiwa-besar-dalam-sejarah-islam
0 komentar:
Posting Komentar